Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Sosok Umi Salamah, Dapat Penghargaan dari Prabowo usai Dedikasikan Rumah untuk Pendidikan
Advertisement . Scroll to see content

Masih Belajar dari Rumah, Are You Oke?

Rabu, 27 Januari 2021 - 16:22:00 WIB
Masih Belajar dari Rumah, Are You Oke?
Doktor Manajemen Pendidikan Adjat Wiratma. (Foto: dok.pri).
Advertisement . Scroll to see content

Adjat Wiratma
Doktor Manajemen Pendidikan

SUDAH hampir satu bulan anak-anak di Jakarta dan daerah zona merah lain melanjutkan belajar dari rumah. Walau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah membuka peluang sekolah tatap muka di awal 2021, hal itu tidak lagi relevan di tengah angka kasus Covid-19 yang masih terus meningkat, hingga membuat semua rencana yang disusun di akhir tahun tidak dijalankan, 2021 masih dengan format lama yakni belajar daring

Sayangnya rencana aksi persekolahan selama pandemi ini lamban beradaptasi. Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di tahun baru tidak dibarengi skenario baru. Tidak sedikit, anak-anak yang sudah merasa bosan belajar di rumah karena kegiatan belajar yang begitu-begitu saja. Para orang tua pun ada yang sudah bersikap masa bodoh ketika anaknya lebih banyak main di luar, daripada melakukan kegiatan bersama di rumah.  

Masalah sebetulnya bukan pada tatap muka atau tidak, tapi mampukah guru melakukan perubahan nyata dalam pengajaran yang memanusiakan. Pembelajaran yang didalamnya ada inovasi, kreativitas, efektivitas, fleksibility, kemandirian dan pengembangan sumber belajar. 

Kalau pun sekolah tatap muka, namun cara mengajarnya tetap sama seperti selama ini, hanya fokus pada pemenuhan kurikulum semata, disampaikan searah, banyak membebankan tugas, monoton dalam mengajar, maka ancaman “degradasi” tetap nyata. Perubahan harus dilakukan guru terkait rencana aksinya. 

Salah satunya memaksimalkan model pembelajaran campuran atau hybrid yakni perpaduan face to face dan e-learning, yang oleh beberapa guru selama pandemi ini sudah diperaktekan dengan ragam implementasi melihat keberagaman situasi dan kondisi. 

Kurikulum itu hidup dan harus dihidupkan untuk menempatkan siswa pada jantungnya tujuan pendidikan, yakni menjadikan anak didik sebagai insan yang menunjukan pribadi Pelajar Pancasila, yakni yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, gotong royong dan berkebinekaan global. 

Dari sinilah guru harus dapat melakukan perencanaan dan pelaksanaan dengan baik. Misalnya saja, jika selama ini guru membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang di dalamnya ada identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar, yang digunakan guru. 

Di masa PJJ yang diharapkan adalah desain belajar seperti apa yang harus dilakukan siswa didampingi orang tua selama di rumah, misalnya melalui model belajar kontekstual, atau berbasis proyek. 

Mewujudkan Kelas Bahagia

Apa yang harus dilakukan agar rencana aksi guru mengisi masa transisi ini berjalan baik, yakni mengubah kebosanan (di dalamnya ada stress, dan lain-lain) menjadi kebahagiaan, menjadikan bapak ibu guru sebagai guru merdeka yang memanusiakan anak-anak. Lakukan perubahan dengan menciptakan “sekolah bahagia.” 

Pertama, kelas yang fleksibel. Indonesia ini sangat beragam, ada sekolah yang siap dengan penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran. Ada yang masih belajar, ada yang benar-benar belum siap (tertinggal), begitupun di satu sekolah, sekalipun di Jakarta guru tidak dapat menganggap sama semua siswanya, dan untuk menjawab keberagaman itu butuh fleksibilitas.

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut