Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : KPK Temukan Kuota Petugas Haji Diperjualbelikan: Berdampak pada Kualitas Pelayanan
Advertisement . Scroll to see content

Pakar UI Sebut Bipih dan Kuota Haji Bukan Bagian dari Keuangan Negara, Ini Alasannya

Kamis, 09 Oktober 2025 - 21:45:00 WIB
Pakar UI Sebut Bipih dan Kuota Haji Bukan Bagian dari Keuangan Negara, Ini Alasannya
Kemenag menyampaikan kuota haji Indonesia pada penyelenggaraan ibadah haji terserap 99,6 persen. (Foto: Dok.Istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id – Pakar Hukum Keuangan Publik Universitas Indonesia Dian Puji Nugraha Simatupang, menyatakan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dan kuota haji tidak termasuk keuangan negara. Hal itu disampaikan untuk menjawab polemik mengenai status hukum Bipih dan kuota haji. 

Menurut Dian, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, Bipih dan Bipih Khusus merupakan biaya yang dibayarkan langsung oleh calon jemaah haji. 

Karena tidak bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dana tersebut tidak termasuk penerimaan negara, baik dalam bentuk pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP). 

“Bipih sepenuhnya berasal dari jemaah, bukan dari APBN, sehingga tidak dapat menjadi keuangan negara karena penggunaan dan pemanfataan sepenuhnya bagi jamaah haji,” katanya di Jakarta, Kamis (9/10/2025). 

Dian menyatakan juga bahwa Bipih berstatus sebagai dana titipan jamaah haji, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

Dalam penjelasan pasal itu disebutkan, dana titipan jamaah haji tidak dicatat dalam APBN. “Artinya, dana tersebut tidak pernah masuk dalam kas negara dan tidak tercatat sebagai penerimaan maupun pengeluaran negara,” ujar Dian.

Dian juga menilai tidak tepat jika dana Bipih yang belum digunakan dianggap berpotensi menimbulkan kerugian negara. Ia menegaskan, apabila jamaah batal berangkat, dana Bipih wajib dikembalikan sepenuhnya tanpa potongan. 

“Tidak ada kerugian negara di sana karena seluruh dana adalah milik jamaah, bukan milik pemerintah dan tidak menjadi milik negara ketika jamaah batal berangkat,” katanya.

Selain soal dana, Dian menyoroti status kuota haji yang kerap disalahpahami sebagai hak negara. Ia menegaskan, kuota haji tidak dapat dinilai dengan uang dan bukan bentuk penerimaan negara. 

“Kuota haji adalah hak administratif bagi jemaah, bukan hak fiskal negara. Kuota tidak menghasilkan pendapatan atau keuntungan negara karena sifatnya bukan untuk mencari keuntungan,” katanya.

Menurut Dian, penetapan kuota haji merupakan kewenangan administratif Menteri Agama, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019. Penetapan itu didasarkan pada kondisi faktual dan prinsip kemanfaatan bagi jemaah. 

“Jika ada keberatan atau dugaan pelampauan wewenang, penyelesaiannya harus melalui mekanisme hukum seperti Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi, bukan asumtif,” katanya.

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut