UU Pesantren, Instansi Pemerintah dan Swasta Tak Boleh Lagi Tolak Ijazah Ponpes
JAKARTA, iNews.id - Pendidikan pesantren kini telah mengantongi pengakuan negara setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Dengan pengakuan ini, tidak boleh ada lagi instansi atau lembaga yang menolak ijazah pesantren dengan mempermasalahkan legalitasnya.
Pengasuh Pesantren Al-Anwar dan juga putra KH Maimoen Zubar yakni KH Abdul Ghofur Maimoen meminta semua pihak memahami substansi UU Nomor 18 Tentang Pesantren, yakni alumni pesantren dan sekolah umum derajatnya sama, hanya dibedakan pada pilihan spesialisasi atau kompetensi bidang.
Semua instansi disebut tidak boleh menolak ijazah pesantren apabila ketentuan persyaratannya terpenuhi, termasuk lembaga kepolisian, TNI dan sekolah kedinasan. Menurutnya, yang menyebabkan alumni pesantren tidak lolos seleksi adalah ujian, bukan syarat administratif atau legalitas ijazah.
"Sehingga alumni pesantren dapat melanjutkan ke mana pun atau melamar ke instansi mana pun baik negeri maupun swasta, tanpa harus mengikuti ujian persamaan Kemendibud atau Kemenag," kata Gus Ghofur dalam sosialisasi UU Pesantren, Selasa (21/11/2023).
Peristiwa penolakan ijazah pesantren sempat terjadi di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, tahun 2021 lalu. Ketika itu seorang perangkat desa bernama Akhmad Agus Imam Sobirin (41) yang telah lulus serangkaian ujian tidak dapat dilantik sebagai Sekretaris Desa Pemkab Blora karena hanya lulusan pesantren atau tak memiliki ijazah formal.
Padahal mantan santri Mbah Maimoen di pesantren Al-Anwar, Sarang, Kabupaten Rembang ini telah lolos tes komputer dengan nilai 80 atau paling tinggi di antara 26 peserta lainnya. Dia pun tidak mengalami masalah saat pendaftaran, seleksi administratif, hingga serangkaian tes.
Ijazah pesantren ketika itu tidak diakui dalam Peraturan Bupati Blora Nomor 36 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Blora Nomor 37 Tahun 2017 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Blora Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Perangkat Desa. Di situ disebutkan perangkat desa harus memiliki ijazah formal. Penolakan ini menimbulkan polemik hingga bergulir ke PTUN.