Perjalanan Menyusuri Trans Kalimantan
Banyak lubang dan perbaikan jalan yang sedang berlangsung. Batuan kerikil yang bertebaran sepanjang jalan membuat kami harus waspada dan menahan gas. Apalagi mobil-mobil di Trans Kalimantan tidak berjalan perlahan saat bertemu jalan rusak. Mereka tetap ngebut meninggalkan debu tebal dan kerikil yang beterbangan.
Di kawasan Pembuang Hulu, jalan rusak dan jalan mulus silih berganti, di antara deretan kebun kelapa sawit dan tanah basah berawa-rawa lahan gambut khas Kalimantan. Beberapa ruas jalan dibangun jembatan yang seperti dekat dengan tanah, namun menjadi pengalaman unik karena kami bermotor bak di jalan tol bandara di Tangerang, yaitu jembatan yang tak terlalu tinggi, namun cukup panjang.
Keasyikan sempat terganggu ketika Mas Ferry dengan R80G/S-nya tiba-tiba keluar jalur saat menikung di kerikil, membuat kami terkejut dan waspada dengan kondisi jalan. Beruntung Mas Ferry masih bisa handling motornya, sehingga tak terjatuh.
Lantaran panas dan hujan silih berganti, kami tak mencapai target kota Sampit untuk makan siang. Rombongan berhenti di Sebabi sekitar 45 menit dari Sampit karena saat salat dzuhur telah tiba dan perut sudah terasa lapar. Lagi-lagi menu aman di Lintas Kalimantan, makan ikan bakar. Hampir selalu lezat cara warga Kalimantan memasak ikan, tak terlalu berbumbu dan terasa segar.
Lepas dari Sebabi, kondisi jalan tak banyak berubah dan kondisi cuaca juga tetap tak menentu. Sepanjang perjalanan, jas hujan tak kami ganti dan tetap dikenakan karena panas saat ini bisa mendadak berubah hujan deras dalam hitungan menit.