Perjalanan Menyusuri Trans Kalimantan
Jam sudah menunjukan pukul 19.00, namun perjalanan terasa kian merayap. Malam gelap dan jalan yang berganti-ganti antara aspal dan bebatuan serta tanah merah, sehingga kami pun beriringan konvoi dalam kesiagaan tinggi. Memasuki Kota Kasongan, sopir mobil storing Isay berinisiatif memimpin rombongan karena Isay pernah melalui jalur ini dan tahu lokasi makan malam yang enak dan nyaman. Kali ini, menu ikan berganti dengan sop kaki dan sop buntut yang hangat.
Usai makan malam, kami diingatkan oleh Isay dan sopir truk di rumah makan, jalur masuk ke Palangkaraya rawan kecelakaan karena “sangat membosankan”, dengan jalanan panjang yang lurus namun bergelombang karena aspal di lahan gambut.
Benar saja, perjalanan malam itu sangat membosankan. Jalanan lurus bagaikan tol, mulus beraspal namun bergelombang, justru membuat mengantuk. Sesekali motor rombongan terlihat oleng dan berusaha mengikuti garis putih serta lampu belakang kawan di depan.
Alhamdulillah, cuaca sangat cerah, bintang berkilap di langit bersih membuat suasana malam seperti di Planetarium dan berulangkali saya menengadah ke atas bersyukur melihat panorama indah bintang-bintang di langit.
Yang terlihat lebih repot sebetulnya mereka yang membawa boncengan, Lexi R80 yang berboncengan Bu Uchi dan Ervien R100GS Paris Dakkar yang berboncengan dengan Bu Ellis. Bayangkan saja, saat kantuk menyerang, boncenger oleng dan helmnya akan membentur rider di depan. Atau bahkan boncenger terlelap membuat motor oleng.