JAKARTA, iNews.id - Pemerintah memastikan memperpanjang pengenaan bea masuk impor tekstil. Hal ini demi mendukung industri tekstil nasional yang hingga kini belum kembali ke level prapandemi karena dipengaruhi permintaan pasar domestik dan ekspor yang turun, hingga tantangan kompetitif.
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu industri tekstil Indonesia juga menghadapi tantangan berupa gempuran produk tekstil impor dari Tiongkok. Akibatnya, kondisi ini berdampak terhadap serapan tenaga kerja di sektor industei yang turun dari 3,98 juta pada 2023 menjadi 3,87 juta pada 2024 (Data BPS, Sakernas Februari).
"Pemerintah terus memantau situasi ini dan memberikan solusi untuk mendorong pemulihan kinerja fundamental industri TPT dalam jangka panjang. Pemerintah secara konsisten mendudukkan upaya solutif tersebut dengan tetap mempertimbangkan dampak terhadap perekonomian secara keseluruhan," ucap Febrio dalam keterangan resminya, Kamis (8/8/2024).
Maka dari itu, pemerintah terus mendorong transformasi industri tekstil nasional dengan memanfaatkan rantai pasok global dan penciptaan nilai tambah dan daya saing industri tekstil di dalam negeri melalui dukungan kebijakan insentif fiskal, seperti Tax Holiday, Tax Allowance, Super Tax Deduction Vokasi dan Research and Development (R&D), insentif kawasan seperti Kawasan Ekonomi Khusus/ Kawasan Berikat, maupun kebijakan trade remedies berupa pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD).
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011, BMTP dan BMAD dikenakan pada suatu produk impor dengan tujuan untuk memulihkan kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius yang diderita industri dalam negeri akibat lonjakan jumlah barang impor atau adanya praktik dumping dari negara pengekspor.