JAKARTA, iNews.id - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat membatalkan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk barang kena pajak atau jasa kena pajak, seperti sembako hingga jasa pendidikan pada tahun depan. Ini tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang baru disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI di Senayan, Kamis (7/10/2021).
Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto menjelaskan alasan pembatalan PPN tersebut. Menurutnya, keputusan tersebut merupakan bentuk komitmen keberpihakan kepada masyarakat bawah dengan memberikan fasilitas pembebasan PPN atas barang pokok, jasa pendidikan. Selain sembako dan jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, dan jasa pelayanan sosial juga tidak akan dipungut pajak.
"Kita berpihak kepada masyarakat bawah dengan pemberian fasilitas pembebasan PPN atas barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan jasa pelayanan sosial, skema PPN final untuk sektor tertentu, penyesuaian tarif PPN secara bertahap sampai dengan tahun 2025," kata Dito dalam video virtual, Kamis (7/10/2021).
Sebagai informasi, pemerintah juga menetapkan tarif tunggal untuk PPN. Kenaikan tarif PPN disepakati untuk dilakukan secara bertahap, yaitu menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 dan menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.
Kebijakan tersebut mempertimbangkan kondisi masyarakat dan dunia usaha yang masih belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19. Jika dilihat secara global, tarif PPN di Indonesia relatif lebih rendah dari rata-rata dunia sebesar 15,4 persen, dan juga lebih rendah dari Filipina (12 persen), China (13 persen), Arab Saudi (15 persen), Pakistan (17 persen), dan India (18 persen).
Adapun UU HPP mengatur perluasan basis PPN dengan melakukan pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial dan beberapa jenis jasa lainnya akan diberikan fasilitas dibebaskan PPN.