Namun menurut penuturan mayoritas ulama bahwa perintah berqurban itu diikat degan unsur motivasi dari dalam diri masing-masing, karenanya jika tidak mau atau belum mau berqurban karena ada kepentingan lain walaupun sudah mampu, maka yang demikian tidak berdosa, maka dari sini perintah berqurban itu dinilai tidak wajib hukumnya oleh mayoritas ualama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits lainnya bersabda:
إِذَا دَخَل الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ بَشَرِهِ شَيْئًا
“Bila telah memasuki 10 (hari bulan Dzulhijjah) dan seseorang ingin berqurban, maka janganlah dia memotong rambutnya dan kuku-kukunya”. (HR. Muslim dan lainnya)
Di antara motivasi agama mengapa harusya kita berqurban bisa dilihat dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut:
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
”Tidaklah seorang anak Adam melakukan pekerjaan yang paling dicintai Allah pada hari nahr kecuali mengalirkan darah (menyembelih hewan qurban). Hewan itu nanti pada hari kiamat akan datang dengan tanduk, rambut dan bulunya. Dan darah itu di sisi Allah SWT segera menetes pada suatu tempat sebelum menetes ke tanah” (HR. Tirmizy dan Ibnu Majah).
Wallahu A'lam