Mazhab ini juga membolehkan posisi jenazah tidak searah dengan arah kiblat, asalkan shalatnya tetap menghadapkiblat. Maka dalam pandangan mazhab ini, orang-orang yang tinggal di kota-kota yang ada di sebelah barat Kota Yogyakarta tetap dibenarkan menshalati jenazah almarhumah.
Bahkan fuqaha kalangan Al-Hanabilah membolehkan untuk sholat jenazah secara ghoib hingga rentang waktu sebulan setelah dimakamkannya jenazah itu.
Sedangkan para ulama dari kalangan Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah berpendapat syariat Islam tidak menetapkan adanya ibadah shalat ghoib.
Sedangkan praktek Rasulullah SAW yang dahulu pernah menshalatkan jenazah Raja Habasyah, Najasyi, menurut mereka adalah sebuah pengecualian atau sifatnya lughawiyah. Kalau pun dikerjakan, hukumnya adalah makruh.
Waktu Sholat Jenazah
Pelaksanaan sholat ghoib bisa dilakukan setelah meyakini seseorang telah meninggal dunia dan sudah siap untuk dilaksanakan shalat atasnya. Shalat jenazah juga dapat dilakukan di kubur beberapa hari setelah kematiannya. Hal ini sebagaimana dijelaskan beberapa hadits Nabi SAW sebagai berikut,
عَنِ الشَّعْبِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى عَلَى قَبْرٍ بَعْدَ مَا دُفِنَ فَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعًا [رواه مسلم].
Dari asy-Sya’bi (diriwayatkan), sesungguhnya Rasulullah saw pernah shalat atas suatu kubur setelah dikubur, lalu beliau takbir empat kali [HR. Muslim].