Di dalam hadits nabawi juga terdapat banyak kata al-qashdu (القصد) ditemukan, diantarnya hadits berikut :
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ، قَالَ: كُنْتُ أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَانَتْ صَلَاتُهُ قَصْدًا وَخُطْبَتُهُ قَصْدًا
Dari Jabir bin Samurah, dia berkata,”Aku pernah shalat bersama Rasulullah SAW. Shalatnya itu qashdan dan khutbahnya juga qashdan. (HR. Muslim)14
An-Nawawi (w. 676 H) di dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa makna qashdan pada hadits ini adalah (بَيْنَ الطُّولِ الظَّاهِرِ وَالتَّخْفِيفِ الْمَاحِقِ). Maksudnya sedang-sedang saja, tidak terlalu lama dan tidak terlalu singkat.
Syariah
Sedangkan kata syariah secara bahasa bisa kita awali dari kamus-kamus bahasa arab bermakna ad-din (الدين), al-millah (الملة), al-minhaj (المنهاج), at-thariqah (الطريقة), dan as-sunnah (السنة).
Di dalam Al-Quran Allah SWT menyebutkan kata asy-syariah :
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ
لَا يَعْلَمُونَ
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (QS. Al-Jatsiyah : 18)
Secara istilah dalam Ilmu Fiqih, Ibnu Taimiyah (w. 728 H) menyebutkan syariah adalah syara’ dan syir’ah terkait dengan semua yang ditetapkan Allah baik masalah aqidah atau pun amal.