Dengan melenyapkan Hamas, AS dan Israel berharap Gaza dapat dipimpin kelompok Fatah yang saat ini memerintah Palestina di Tepi Barat. Namun, pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, menganggap ambisi Amerika dan zionis itu khayalan belaka.
“Setiap pengaturan di Gaza atau dalam masalah Palestina tanpa Hamas atau faksi perlawanan adalah khayalan,” kata Haniyeh seperti dikutip dari AFP pada 14 Desember.
Di lain pihak, Israel pun mengakui perang mereka terhadap Hamas kemungkinan akan berlangsung panjang. Ini tidak seperti yang dibayangkan rezim zionis sebelumnya, bahwa mereka akan dengan mudah memusnahkan kelompok pejuang Palestina itu dengan cara meluluhlantakkan Gaza.
“Perang akan berlangsung selama berbulan-bulan dan kami akan menggunakan metode berbeda untuk mempertahankan pencapaian kami dalam jangka panjang,” kata Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Herzi Halevi, kepada wartawan dalam pernyataan yang disiarkan televisi di perbatasan Gaza, Selasa (26/12/2023).
“Tidak ada solusi ajaib, tidak ada jalan pintas dalam membongkar organisasi teroris, yang ada hanyalah perjuangan yang gigih dan gigih,” klaimnya sembari melabeli para pejuang Hamas sebagai teroris.
“Kami juga akan menghubungi kepemimpinan Hamas, baik dalam waktu seminggu atau beberapa bulan,” ujarnya.
Seiring dengan mencuatnya eskalasi konflik antara Israel dan Hamas di Gaza, kekerasan yang dilakukan para pemukim ekstremis Yahudi terhadap warga Palestina di Tepi Barat juga meningkat. PBB menyatakan, situasi hak asasi manusia di Tepi Barat yang diduduki memburuk dengan cepat.
Lewat laporan yang dirilis Kantor HAM PBB (OHCHR) pada Kamis (28/12/2023), organisasi antarbangsa itu menuntut Israel agar segera mengakhiri penggunaan senjata dan sarana militer selama operasi penegakan hukum. PBB juga meminta Tel Aviv menyudahi penahanan sewenang-wenang dan perlakuan buruk terhadap warga Palestina, serta mencabut pembatasan pergerakan yang diskriminatif.
“Penggunaan taktik dan senjata militer (oleh Israel) dalam konteks penegakan hukum, penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau tidak proporsional, dan penegakan pembatasan pergerakan yang luas, sewenang-wenang dan diskriminatif yang berdampak pada warga Palestina sangatlah meresahkan,” kata Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk, dalam sebuah pernyataan.
“Intensitas kekerasan dan penindasan seperti ini belum pernah terlihat selama bertahun-tahun,” ujarnya.