Di Jepang, makan siang bergizi bukan sekadar pemenuhan kebutuhan nutrisi para siswa, melainkan pembelajaran. Itulah sebabnya program ini masuk dalam jam pelajaran, bukan dilakukan waktu istirahat.
Aiba menjelaskan, jika program makan siang bergizi dilakukan seperti istirahat, para siswa tak akan memaknai program itu sebagai sesuatu yang penting. Anak-anak akan makan asal-asalan, tidak mengikuti panduan, termasuk bagaiaman mengunyah makanan dengan baik.
Waktu untuk makan siang di sekolah selama 45 menit sama dengan satu jam pelajaran. Jika diperinci, 2 menit untuk penyajian, 25-30 menit makan siang, dan sisanya membersihkan tempat makan.
Selain itu, sebelum makan siang berlangsung, ada pelajaran yang disampaikan oleh guru gizi mengenai nutrisi atau hal lain yang terkait dengan program tersebut.
Setiap waktu, lanjut Aiba, program makan siang bergizi dievaluasi guna mencapai tujuan utama. Ada beberapa masalah yang kerap dihadapi salah satunya ada makanan yang terbuang.
Setiap permasalahan tersebut diteliti untuk dicarikan jalan keluarnya. Aiba mencontohkan, melalui penelitian ditemukan penyebab mengapa ada siswa SD yang tak menghabiskan makanan yakni ketidakserasian dalam menyantap makanan, seperti terlalu banyak memakan lauk sementara nasinya tersisa.