Jalur ini dikhususkan untuk calon peserta didik baru dari keluarga tidak mampu atau penyandang disabilitas. Jalur ini harus dibuktikan dengan kepesertaan dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang berdomisili di dalam/luar zonasi sekolah. Kemudian, diprioritaskan juga anak yang memiliki jarak tempat tinggal terdekat dengan sekolah.
Jalur ini dikhususkan untuk calon peserta didik yang orang tua atau walinya dipindah tugaskan, termasuk anak dari guru. Maksimal kuota PPDB yang diberikan untuk jalur ini adalah sebanyak 5 persen.
Kriteria dari jalur perpindahan orang tua dibuktikan dengan surat penugasan dari instansi, lembaga, kantor, atau perusahaan yang mempekerjakan. Anak guru bisa menggunakan jalur ini untuk menjadi peserta PPDB pada sekolah tempat orang tuanya mengajar.
Penentuan peserta didik dalam jalur perpindahan tugas orang tua/wali diprioritaskan pada jarak tempat tinggal calon peserta didik yang terdekat dengan sekolah.
Dikutip dari Koran Sindo, Direktur Eksekutif Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) Nisa Felica menuturkan, terlepas dari jalur masuknya, PPDB memiliki isu mendalam terkait kurangnya daya tampung atau kuota sekolah negeri.
Dalam laporan tahunan Ombudsman Republik Indonesia ditemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan penyelenggara maupun peserta PPDB 2018. Salah satunya ditemukan adanya pungutan liar. Praktik pungli ditemukan saat PPDB 2019.
Kala itu, Ombudsman mendapati adanya pungutan liar PPDB di Jawa Barat dan permintaan sumbangan sebesar Rp600.000 kepada calon peserta didik di Kalimantan Barat. Pada penyelenggaraan PPDB 2020, KPAI menerima 224 pengaduan PPDB, 200 di antaranya dari DKI Jakarta.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, pengaduan PPDB 2020 terdiri atas dua permasalahan, yakni permasalahan kebijakan dan permasalahan teknis. Retno menuturkan, permasalahan teknis pada PPDB 2020 salah satunya terkait kesulitan pendaftaran dan juga dugaan jual beli kursi.