JAKARTA, iNews.id - Arti ‘dissenting opinion’ dalam putusan MK tengah ramai dibicarakan. Kata tersebut muncul saat MK menolak permohonan untuk membatalkan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 oleh kubu Capres-Cawapres nomor urut 1 dan 3.
Dalam permohonan tersebut, kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengindikasi adanya kecurangan Pilpres 2024 yang terstruktur, sistematis, dan masif. Namun setelah dilakukan sidang, seluruh permohonan ditolak oleh MK karena dianggap tidak mampu memberikan bukti yang kuat adanya kecurangan dalam Pilpres 2024.
Kendati demikian, terdapat dissenting opinion dari tiga Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Menurut ketiganya, terdapat kecurangan dalam Pilpres 2024, seperti pembagian Bansos menjelang Pemilu, intervensi terhadap kepala daerah, hingga ketidak netralan pejabat.
Hal tersebut tentu cukup menyita perhatian, mengingat dissenting opinon terjadi pertama kali dalam sejarah perkara PHPU presiden di MK. Menurut Mahfud MD, yang pernah menjabat sebagai Ketua MK periode 2008-2013, dissenting opinion seharusnya tidak boleh terjadi.
Lantas, apa itu dissenting opinion? Berikut ini adalah ulasannya.
Melansir dari laman Badilag Mahkamah Agung, Kamis (25/4/2024), dissenting opinion adalah perbedaan pendapat hakim dalam memutuskan perkara. Hakikatnya, dissenting opinion adalah ketika seorang hakim atau lebih menyatakan ketidaksetujuannya terhadap keputusan mayoritas dalam majelis hakim.