JAKARTA, iNews.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan 1.098 kasus dugaan pelanggaran Pilkada Serentak 2020 berdasarkan data yang dimutakhirkan hingga 12 Agustus 2020. Dugaan pelanggaran ditemukan pengawas pemilu sebanyak 904 kasus dan laporan 194 kasus.
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, dugaan pelanggaran tersebut ada dalam tahapan verifikasi faktual (verfak) dukungan calon perseorangan serta tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) untuk penyusunan daftar pemilih.
"Kami belum sampai pada tahapan pencalonan, tahapan kampanye, dan pungut hitung. Nah, ini harus menjadi kewaspadaan,” kata Dewi, Jumat (28/8/2020).
Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu ini menerangkan, dari total 1.094 kasus, sebanyak 242 kasus terkait dugaan pelanggaran administrasi dengan tren pengumuman seleksi penyelenggara ad hoc tidak sesuai ketentuan dan dugaan pelanggaran kode etik 57 kasus dengan tren PPS/PPK memberi dukungan ke bakal calon. Selain itu pelanggaran tindak pidana pemilihan 14 kasus dengan tren memalsukan dukungan pasangan calon perseorangan.
"Pelanggaran hukum lainnya sebanyak 528 kasus dengan tren ASN memberikan dukungan politik melalui media sosial dan melakukan pendekatan mendaftarkan diri ke partai politik dan 260 kasus bukan pelanggaran," ujarnya.
Menurut dia, dengan data penanganan pelanggaran ini Bawaslu sudah bisa melakukan langkah-langkah antisipasi. Hal ini karena ada kecenderungan pejabat atau birokrasi melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon, seperti memberikan bantuan sosial (bansos) yang disalurkan di hari tahapan pemilihan dengan menggunakan aparat birokrasi, melakukan program penggantian pejabat, dan pengangkatan CPNS.
Tiga Fokus Pengawasan
Menurut Dewi, berdasarkan temuan tersebut Bawaslu akan semakin fokus mengawasi. Bawaslu ketat mencegah terjadinya pelanggaran. Caranya pertama, gencar sosialisasi peraturan perundang-undangan.