Ketiga, Abdul menjelaskan penyelenggaraan penanganan yang dimaksud dengan diktum kedua dilakukan dengan kemudahan akses sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana.
“Selanjutnya yang keempat Kepala Daerah dapat menetapkan status keadaan darurat penyakit mulut dan kuku untuk percepatan penanganan penyakit mulut dan kuku pada daerah masing-masing,” tutur dia.
Pada poin kelima dijelaskan biaya yang dikeluarkan akibat keputusan tersebut dibebankan kepada APBN, Dana Siap Pakai yang ada pada BNPB. Serta sumber pembiayaan lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Adapun yang Keenam adalah Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2022, dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya,” katanya.
Penetapan Status Keadaan Darurat ini didasarkan pada angka penularan PMK per Jumat (1/7) pukul 12.00 WIB yang telah mencapai 233.370 kasus aktif yang tersebar di 246 wilayah kabupaten/kota di 22 provinsi berdasarkan data Isikhnas Kementan. Adapun lima wilayah provinsi dengan kasus tertinggi adalah mulai dari Jawa Timur 133.460 kasus, Nusa Tenggara Barat 48.246 kasus, Jawa Tengah 33.178 kasus, Aceh 32.330 kasus dan Jawa Barat 32.178 kasus.
Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan PMK, jumlah total akumulasi kasus meliputi 312.053 ekor hewan ternak yang sakit, 73.119 ekor hewan ternak dinyatakan sembuh, 3.839 ekor hewan ternak dipotong bersyarat dan sebanyak 1.726 ekor hewan ternak mati karena PMK.