Sementara itu, Bonatua Silalahi mengaku bahwa dirinya telah mengumpulkan fotokopi ijazah Jokowi dari KPUD Solo dan Jakarta, serta KPU RI untuk kepentingan penelitian. Namun, dia menganggap dokumen tersebut bukanlah data primer lantaran tak adanya autentifikasi.
"Namun data (ijazah Jokowi) ini secara penelitian ini data sampah. Maaf ya, kenapa? Saya uji data ini ternyata tidak jelas sumbernya tidak ada yang menghubungkan mengkoneksikan data, yang saya terima yaitu fotokopi legalisir terhadap aslinya. jadi saya blank ini artinya data ini either ini sekunder atau memang ini data sampah," ujar Bonatua.
Menurutnya, dokumen primer ijazah Jokowi seharunya berada di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Sebab, ANRI jika menerima data harus melalui tahapan autentikasi.
Namun yang membuatnya kecewa, ANRI ternyata tidak memiliki dokumen salinan ijazah Jokowi. Maka dari itu, dia menggugat pasal 169 huruf R tentang pemilu agar KPU bisa ketika menerima berkas soal ijazah bisa melakukan autentifikasi.
"Begitu ijazah fotokopi legalisir ini dikasih ke ANRI maka ANRI ini wajib melakukan autentikasi dengan melibatkan ahli-ahli yang kompeten. ahli kompeten itu apa? arsiparis, ahli dokumen forensik, ahli pendidikan, dan macam-macam. Sehingga saya tidak perlu lagi meragukan kapasitas ANRI jika sudah diberikan oleh ANRI," katanya.