"Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal sekarang sebetulnya sudah mengamanatkan hal yang sama dengan membuka kesempatan bagi masyarakat untuk membuat Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)," ujarnya.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) Iqbal Hasanuddin menuturkan menggeser monopoli dari ormas ke negara hanya akan memindahkan persoalan yang "lagi-lagi" akan menimbulkan inefisiensi. Padahal, jaminan produk halal ini sempat membuat Indonesia bersengketa dengan sejumlah negara di forum World Trade Organization (WTO) karena dianggap merusak fairness dalam perdagangan internasional.
Nadratuzzaman juga menggarisbawahi pentingnya BPJPH membatasi perannya hanya sebagai regulator. Semakin tidak ada monopoli, semakin efisien mekanisme jaminan produk halal sehingga baik masyarakat dan pelaku usaha diuntungkan karena lebih banyak pilihan.
Dibandingkan model yang berlaku sekarang, kata Iqbal, aturan jaminan produk halal dalam RUU Cipta Kerja jauh lebih baik dalam mengakomodasi dua kepentingan sekaligus. Yakni kepentingan umat Islam untuk mengonsumsi produk-produk yang terjamin kehalalannya dan kepentingan pelaku usaha untuk memenangkan pasar konsumen muslim tanpa dibebani aturan yang kompleks dan tidak efisien.