"Menjadikan Muhammad Hatta yang dulunya sebagai staf dan orang kepercayaan terdakwa pada saat menjabat sebagai gubernur Sulawesi Selatan kemudian Muhammad Hatta diangkat sebagai Pj Direktur Pupuk dan Pestisida Kementan sejak Juni 2020 sampai dengan 2022 dan sebagai Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan sejak bulan Januari 2023," ujar JPU.
"Selain itu, terdakwa juga mengangkat orang kepercayaannya yaitu Imam Mujahidin Fahmid sebagai staf khusus Mentan," sambungnya.
Pada awal 2020, SYL mengumpulkan Imam Mukahidim, Kasdi Subagyono, dan Panji Harjanto di ruangannya lantai 2 Kantor Kementan. Saat itu, SYL menginstruksikan mereka untuk mengumpulkan uang patungan dari para pejabat eselon I Kementan.
SYL menentukan besaran pungutan 20 persen dari anggaran di masing-masing sekretariat, direktorat dan badan pada Kementan. Dia pun memberikan ancaman kepada pihak-pihak yang tidak memenuhi akal bulusnya tersebut.
"Terdakwa juga menyampaikan kepada jajaran di bawah terdakwa apabila para pejabat eselon I tidak dapat memenuhi permintaan terdakwa tersebut maka jabatannya dalam bahaya, dapat dipindahtugaskan atau di-nonjob-kan oleh terdakwa, serta apabila ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan terdakwa tersebut agar mengundurkan diri dari jabatannya," papar JPU.
"Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp44.546.079.044 (Rp44,5 miliar)," tambah JPU.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.