Pemerintah Batal Naikkan Cukai Rokok 2025: Tantangan Baru Kendalikan Prevalensi Perokok
Tren Peningkatan Persentase Perokok di Indonesia
Melihat angka perokok yang selalu meningkat, prevalensi jumlah perokok perlu dikendalikan atau bahkan dikurangi untuk mencegah dampak negatif dari perilaku merokok, terutama dalam hal kesehatan. Meski telah ditetapkan pita cukai yang tinggi pada rokok, kenyataannya di lapangan, prevalensi perokok di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya.
Menurut Laporan Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia 2021, sebanyak 34,5 persen orang dewasa atau sekitar 70,2 juta individu menggunakan tembakau. Tingkat konsumsi tembakau pada pria mencapai 65,5 persen, sedangkan pada wanita hanya sebesar 3,3 persen.
Penggunaan rokok elektrik mengalami peningkatan signifikan, naik 10 kali lipat dalam satu dekade, dari 0,3 persen pada 2011 -saat GATS sebelumnya dilakukan- menjadi 3 persen pada 2021 (WHO Indonesia).
Bagaimana Dampak bagi Prevalensi Perokok Indonesia Tahun Mendatang?
“Padahal bisa kita lihat dari tahun-tahun sebelumnya, penerimaan negara mulai membaik di tahun 2023 pasca pandemi COVID-19. Kemudian realisasi cukai juga membaik, indeks kemahalan juga membaik. Maka jika tahun 2025 tidak ada kenaikan cukai, maka semua akan turun lagi. Maka potensi untuk meningkatkan prevalensi akan naik lagi,” kata Nina Samidi, program manager Komnas Pengendalian Tembakau.
Dengan tidak menaikkan tarif cukai, kata dia, pemerintah tidak menjalankan fungsi utama cukai, yaitu pengendali produk berbahaya sebagaimana mestinya serta mencerminkan inkonsistensi terkait perencanaan dan target CHT yang telah dipertimbangkan sebelumnya, meliputi: kesehatan, pekerja, penerimaan negara, dan peredaran rokok ilegal.