Asal-usul Tradisi Ziarah Kubur Jelang Ramadhan, Berikut Hukum Tata Cara dan Doanya
Boleh mengangkat tangan ketika mendo’akan mayit tetapi tidak boleh menghadap kuburnya ketika mendoakannya (yang dituntunkan adalah menghadap kiblat)
Hal ini berdasarkan hadits 'Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika beliau mengutus Barirah untuk mengikuti Nabi yang pergi ke Baqi’ Al Gharqad. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhenti di dekat Baqi’, lalu mengangkat tangan beliau untuk mendoakan mereka. Dan ketika berdo’a, hendaknya tidak menghadap kubur karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang shalat menghadap kuburan. Sedangkan do’a adalah inti dari sholat.
Telah lewat keterangan dari Imam An Nawawi rahimahullah bahwa al hujr adalah ucapan yang bathil. Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan : “Tidaklah samar lagi bahwa apa yang orang-orang awam lakukan ketika berziarah semisal berdo’a pada mayit, beristighotsah kepadanya, dan meminta sesuatu kepada Allah dengan perantaranya, adalah termasuk al hujr yang paling berat dan ucapan bathil yang paling besar. Maka wajib bagi para ulama untuk menjelaskan kepada mereka tentang hukum Allah dalam hal itu. Dan memahamkan mereka tentang ziarah yang disyari’atkan dan tujuan syar’i dari ziarah tersebut”
Menangis yang wajar diperbolehkan sebagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menangis ketika menziarahi kubur ibu beliau sehingga membuat orang-orang disekitar beliau ikut menangis. Tetapi jika sampai tingkat meratapi mayit, menangis dengan histeris, menampar pipi, merobek kerah, maka hal ini diharamkan.
Ziarah kubur juga memiliki banyak manfaat dan hikmah, di antaranya adalah:
Demikian asal-usul tradisi ziarah kubur jelang Ramadhan. Semoga tulisan ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda.
Editor: Komaruddin Bagja