Mahkamah Internasional Gelar Sidang Kasus Pendudukan Israel atas Palestina, Hadirkan 52 Negara
DEN HAAG, iNews.id - Mahkamah Internasional (ICJ) mulai Senin (19/2/2024) akan menggelar sidang mengenai konsekuensi hukum atas pendudukan Israel di wilayah Palestina sejak 1967. Sebanyak perwakilan dari 52 negara akan memaparkan bukti-bukti, momen yang belum pernah terjadi sebelumnya di pengadilan PBB tersebut.
Perwakilan dari Amerika Serikat, Rusia, dan China akan berbicara kepada majelis hakim dalam sesi yang digelar selama sepekan di Istana Perdamaian yang juga markas pusat Mahkamah Internasional, Den Haag, Belanda.
Sidang ini merupakan permintaan dari Majelis Umum PBB yang pada Desember 2022 meminta Mahkamah untuk memberikan nasihat tidak mengikat mengenai konsekuensi hukum yang timbul atas kebijakan dan praktik Israel di wilayah pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur.
Meskipun hasilnya tidak mengikat, sidang ini digelar di tengah meningkatnya tekanan internasional terhadap Israel atas kejahatan perang dan pelanggaran HAM di Jalur Gaza.
Dilaporkan AFP, Minggu (18/2/2024), Majelis Umum PBB meminta Mahkamah Internasional untuk mempertimbangkan dua pertanyaan. Pertama, Mahkamah harus memeriksa konsekuensi hukum terhadap apa yang disebut PBB sebagai pelanggaran berkelanjutan yang dilakukan Israel terhadap hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri.
Ini berkaitan dengan pendudukan berkepanjangan, perlusan permukiman, dan pencaplokan wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967, serta langkah-langkah yang bertujuan mengubah komposisi demografi, karakter, dan status Kota Suci Yerusalem.
Pada Juni 1967, Israel memenangkan Perang Enam Hari melawan beberapa negara Arab tetangga Palestina hingga merebut Tepi Barat, termasuk Yerusalem timur, dari Yordania, Dataran Tinggi Golan dari Suriah, dan Jalur Gaza dan Semenanjung Sinai dari Mesir.
Israel kemudian mulai menduduki wilayah Arab yang direbut yakni seluas 70.000 km persegi itu.
PBB kemudian menyatakan pendudukan wilayah Palestina oleh Israel adalah ilegal. Sejak itu, Mesir merebut kembali Sinai berdasarkan perjanjian damai Camp David yang diteken pada 1979 dengan Israel melalui perantara Amerika Serikat (AS).
Selain itu Mahkamah Inteernasional juga diminta untuk menilai konsekuensi dari apa yang digambarkannya sebagai penerapan undang-undang (UU) dan tindakan diskriminatif yang dilakukan Israel.
Kedua, Mahkamah harus memberikan nasihat mengenai bagaimana tindakan Israel memengaruhi status hukum pendudukan serta apa konsekuensinya bagi PBB dan negara-negara lain.
Pengadilan akan membuat keputusan soal kasus ini, kemungkinan pada akhir 2024.