ACTA Ajukan Uji Materi Presidential Threshold ke Mahkamah Konstitusi
Habiburokhman menegaskan, masyarakat yang ingin mengusung dan mencalonkan diri sebagai presiden cukup banyak. Namun hal tersebut sulit terwujud karena terhalang Pasal 222 UU Pemilu.
"Menurut saya hak menjadi presiden dan memilih presiden sama-sama hak konstitusional. Asas fair dan keadilan dimulai dari penghilangan pasal 222 ini. Karena pasal tersebut tidak fair karena menutup aspirasi dari masyarakat," kata dia.
Pasal 222 UU Pemilu menyebutkan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen, dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Ketentuan inilah yang akan digugat oleh 12 tokoh masyarakat dari berbagai elemen. Mereka yakni, M Busyro Muqoddas (mantan Ketua KPK), M Chatib Basri (mantan Menteri Keuangan), Faisal Basri (akademisi), Hadar M Gumay (mantan Pimpinan KPU), Bambang Widjojanto (mantan pimpinan KPK), dan Rocky Gerung (akademisi).
Kemudian, Robertus Robet (akademisi), Feri Amsari (Direktur Pusako Universitas Andalas), Angga Dwimas Sasongko (sutradara film), Dahnil Anzar Simanjuntak (Ketua Umum Pemuda PP Muhammadiyah), Titi Anggraini (Perludem), dan Hasan Yahya (profesional).
Adapun yang bertindak sebagai ahli yang mendukung permohonan ini adalah Refly Harun, Zainal Arifin Mochtar, dan Bivitri Susanti. hli Hukum Tata Negara Denny Indrayana sebagai Kuasa hukum Pemohon dalam keterangan tertulisnya menerangkan, pasal tersebut menyebabkan rakyat tidak dapat memilih karena pilihannya menjadi sangat terbatas.
Editor: Zen Teguh