Panggah menilai skema pupuk bersubsidi berbasis cost plus telah diterapkan selama kurang lebih 56 tahun. Selama periode tersebut, industri pupuk sulit untuk merevitalisasi atau membangun pabrik baru yang lebih efisien dan berdaya saing tinggi.
Oleh karena itu, Panggah mendukung penerbitan Perpres 113 Tahun 2025 agar tidak menghambat perkembangan industri pupuk nasional.
"Dengan margin efektif yang diterima perusahaan pupuk hanya sekitar 4 persen, untuk industri manufaktur itu tidak cukup untuk mengadakan replacement pabrik-pabrik yang berumur tua. Saat ini beberapa pabrik sudah berusia tua lebih dari 40 tahun seperti Kujang 1, PIM 1, dan beberapa unit lagi," tutur dia.
Dijelaskannya, perubahan kebijakan dari Cost Plus Margin ke subsidi di hulu sangat penting. Perubahan kebijakan itu akan memberikan ruang untuk industri pupuk berkembang, termasuk mengembangkan industri lain, khususnya industri kimia yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
”Kalau kebijakan ini tidak diubah maka kemampuan industri pupuk yang sudah dibangun dalam waktu lama, akan kehilangan kemampuan mengembangkan usaha, termasuk pengembangan industri lain di luar business line pupuk,” tutur dia.
Sementara itu, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Yadi Sofyan menilai Perpres 113/2025 membuat kebijakan pupuk berada di jalur yang tepat. Aturan tersebut berdampak positif pada produksi pupuk.