Menurut Prof Marcellus, pada CD, penderita bisa mengalami bowel obstruction, malanutrisi, fistulas, dan anal fissure (robekan pada jaringan anus). Jika kedua jenis IBD ini dibiarkan, keduanya bisa menciptakan komplikasi, seperti penggumpalan darah, radang kulit, mata, dan sendi, serta komplikasi lainnya.
Diagnosis IBD dibuat berdasarkan keluhan pasien seperti nyeri perut berulang, perubahan pola buang air besar, buang air besar berdarah, serta penurunan berat badan, ditambah dengan pemeriksaan fisik dan penunjang.
Prof Marcel menjelaskan, pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan di antaranya adalah pemeriksaan feses, darah, radiologi (CT scan dan MRI abdomen sesuai indikasi), dan endoskopi saluran cerna. Pasien yang sudah didiagnosis penyakit radang usus kemudian dinilai tingkat keparahan penyakitnya menggunakan sistem skoring.
Selain itu, lanjutnya, tatalaksana penyakit IBD umumnya menggunakan terapi obat (tablet dan injeksi), namun pada beberapa keadaan diperlukan tindakan operasi/pembedahan atau bahkan dilakukan tatalaksana dengan kombinasi obat-obatan dan pembedahan.
"Beberapa jenis vaksinasi direkomendasikan bagi pasien IBD untuk mencegah infeksi. Jika sudah kronis mungkin perlu pembedahan mengangkat bagian saluran pencernaan yang rusak, tetapi dengan adanya kemajuan dan inovasi dalam pengobatan, tindakan pembedahan sudah jarang dilakukan sejak beberapa tahun belakangan," katanya.