Dari penjelasan di atas terdapat ketidakkonsistenan MA mengenai porsi/bagian dari harta waris. Di satu sisi melalui Surat Edaran Nomor 07 Tahun 2012 tanggal 12 September 2012 (Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia Tanggal 03 s/d 05 Mei 2012) menjelaskan anak tiri porsi/bagian waris melalui wasiat wajibah, tetapi di sisi lain melalui Putusan Peninjauan Kembali Nomor 13 PK/Ag/2018 tanggal 28 Maret 2018, anak tiri tidak berhak mendapatkan wasiat wasiat.
Berdasarkan uraian di atas, ada baiknya permasalahan pembagian warisan dari almarhum orang tua baik dari pernikahan pertama dan kedua dapat diselesaikan dengan musyawar mufakat/damai dengan kebesaran hati dari masing-masing ahli waris. Hal ini sejalan dengan Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi: "Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya".
Jika permasalahan waris selalu diselesaikan melalui pengadilan, hal tersebut tentunya akan menyita banyak waktu, tenaga, pikiran dan biaya. Tetapi jika semua jalan penyelesaian di luar pengadilan sudah ditempuh dan tertutup, maka apa boleh buat, penyelesaian melalui pengadilan adalah pilihan terakhir.
Demikian jawaban dan pandangan dari kami Kantor Hukum Sembilan Sembilan dan Rekan terkait dengan pertanyaan yang telah saudara sampaikan melalui iNews Litigasi. Semoga bermanfaat khususnya bagi penanya, serta masyarakat pada umumnya.
Jakarta, 8 Agustus 2024
Hormat kami,
Slamet Yuono, SH., MH
Partner Kantor Hukum Sembilan Sembilan dan Rekan
(Email: s_yuono@yahoo.com)