Selain itu, kata dia, Irman juga tidak secara nyata merugikan keuangan negara.
"Maka sedikit sumir bila seorang pejabat negara dalam menjalankan apa yang menjadi tugasnya kemudian dijerat oleh hukum dengan alasan tekstual belaka atau dengan kata lain tindakan KPK dan hakim secara tidak langsung mendukung ketidakmerataan pasokan kebutuhan gula di Tanah Air," kata dia.
Esmi menyayangkan dalam hal ini hukum tidak melihat ke segala arah melainkan hanya terfokus pada bunyi teks belaka. Keadaan ini tidak arif bagi dunia hukum di Indonesia karena sejatinya hukum hidup dalam masyarakat. Karena itu, logis bila dikatakan putusan hakim dalam kasus Irman Gusman tidak sejalan dengan konsep keadilan dari berbagai pemikiran keadilan.
"Kalau kita melihat suatu peristiwa kasus hukum, seperti kasus Pak Irman, mari kita lihat peristiwa sebelumnya itu apa? Tidak hanya on the spot kasus saat itu saja," katanya.
Pakar hukum pidana Mudzakkir mengatakan, kalau hukum dalam kekuasaan politik, sulit untuk berbicara keadilan. Dia mencontohkan gratifikasi. Hal itu dibolehkan oleh KUHP. "Yang dilarang (gratifikasi) ditujukan kepada PNS dan aparat negara yang berkaitan dengan kewenangan," katanya.
Mudzakir menegaskan persoalan gratifikasi akan selesai ketika gratifikasi itu dilaporkan ke KPK. Kalau 30 hari lapor KPK, tidak bisa dihukum, tidak bisa berkembang menjadi kasus pidana Sebaliknya jika tidak lapor hukumannya, bisa dihukum seumur hidup sebesar atau sekecil apapun gratifikasi itu.