Tambang Nikel Raja Ampat Dalam Sorotan Ekomedia: Kepentingan Ekonomi vs Krisis Ekologi

Kastolani Marzuki
Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta, Kastolani. (Foto: iNews)

Pertarungan antara Tambang dan Ekowisata

Raja Ampat menyimpan peluang ekonomi besar lewat ekowisata, menarik ribuan pelancong setiap tahun yang datang demi birunya lautnya. Lestari dan Indrawan (2024) menunjukkan ekowisata jauh lebih berkelanjutan ketimbang model tambang. Namun, tambang nikel menawarkan laba kilat meski harga yang dibayar lingkungan sangat berat. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengakui biaya reklamasi seluas-setan, tapi efektivitasnya diragukan karena transparansi yang tipis (Arifin & Lubis, 2023). PT Gag Nikel mengklaim sudah memulihkan sebagian lahan, tetapi audit independen mencatat hasilnya minim.

Peran Media dalam Menggugah Kesadaran

Di banyak pemberitaan media arus utama, aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat acap kali dikemas dalam konteks hilirisasi nasional, strategi transisi energi, dan peluang investasi. Media-media arus utama kerap menampilkan pernyataan dari pejabat pemerintah pusat atau perwakilan industri, dan kurang memberi ruang kepada masyarakat adat yang terdampak langsung pertambangan.

Hal ini menjadi sorotan dalam pendekatan ekomedia, yakni cara media membingkai krisis lingkungan dan siapa yang diberi suara dalam pemberitaan. Menurut analisis WALHI, media arus utama kurang mengangkat dimensi ekologis dan budaya dalam konflik tambang di Raja Ampat. Padahal, kawasan tersebut merupakan bagian dari wilayah adat dan berstatus konservasi global.

Ironisnya, aktivitas tambang tersebut disahihkan banyak pihak dengan dalih transisi energi global. Nikel dibutuhkan untuk baterai kendaraan listrik. Lantas muncul pertanyaan, demi masa depan hijau haruskah mengorbankan wilayah konservasi termasuk Raja Ampat?

Di banyak laporan investigasi lingkungan diungkapkan eksploitasi nikel tanpa pengawasan ketat dapat memicu deforestasi, sedimentasi laut, pencemaran air, hingga konflik sosial dampak tersebut khususnya di Raja Ampat bisa bersifat irreversible.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia diminta untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan tambang nikel di Raja Ampat. (Foto: iNews/Instagram)

Pendekatan ekomedia menantang kita untuk melihat ulang fungsi media, apakah media benar-benar penjaga kepentingan publik dan lingkungan, atau hanya memperkuat narasi ekonomi sekelompok elite? Publik bisa menerima visualisasi yang pincang ketika suara masyarakat yang terdampak pertambangan terpinggirkan. Sementara pejabat dan investor diberi ruang bebas berargumen.

Pendekatan ekomedia menunjukkan betapa media mampu mengubah cara publik memandang isu-isu lingkungan. Kampanye #SaveRajaAmpat yang sudah disaksikan lebih dari 18 juta orang membuktikan kekuatan platform digital dalam mempertahankan kepentingan alam. Aktivis lokal seperti Maria memanfaatkan Instagram dan TikTok untuk bercerita tentang dampak tambang, sementara media arus utama kesulitan menghadirkan berita yang seimbang. Narasi pemerintah yang menyatakan operasi tambang aman sering berlawanan dengan bukti di lapangan, menciptakan jurang kepercayaan di masyarakat. Hal ini menunjukkan pentingnya jurnalisme independen (Susanti & Kurniawan, 2025).

Bagi media sebagai corong masyarakat, langkah pertama yang dilakukan adalah terus memberikan peran utama dalam membentuk opini publik. Namun dalam kasus Raja Ampat yang didominasi oleh korporasi, media seringkali menekan atau membedakan narasi ekonomi pemerintah ketimbang masyarakat adat atau LSM lingkungan. Cox, yang diacu dalam ekomedia oleh Ramnam, menyampaikan bahwa dimensi naratif dalam media ekomedia. Media adalah salah satu cara terpenting untuk menghayati pengalaman dan praktik yang dapat membantu membimbing atau membentuk individu secara bersamaan. 

Persoalan ekologi, menurut Otto Sumarwoto (Sendajaj,1993) adalah mengenai hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan di sekitarnya. Dengan demikian, pandangan ekologi media berkenaan dengan hubungan timbal balik antara media (massa) dengan lingkungan penunjang kehidupannya. Sumber penunjang kehidupan media menurun Dimmick (1982) dan Rothenbuhler (1984) adalah type of capital, type of contents, dan type of audience.

Dalam konsep teori Ekologi media, khalayak dapat memperoleh kemampuan aktif dan tidak terpisahkan dengan media. Lance strate menurut Rocard West dan Lynn H Turner (2008), mendefinisikan ekologi media sebagai kajian mengenai lingkungan media, ide bahwa teknologi dan Teknik, model penyampaian informasi dan kode komunikasi memainkan peran utama dalam kehidupan manusia. Ekologi media melihat bagaimana media komunikasi memengaruhi persepsi manusia, pemahaman, perasaan dan nilai serta bagaimana interaksi kita dengan media dan peluang media bertahan hidup. 

Ekologi kata yang menyiratkan studi lingkungan (El harry, 2012). Struktur, isi, dan dampak pada orang-orang. Lingkungan adalah sebuah sistem pesan yang kompleks yang membebankan pada manusia cara-cara berpikir tertentu, merasa dan berperilaku.

Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait
Nasional
5 bulan lalu

Masyarakat Adat Blokade Pulau Wayag usai IUP Dicabut, Aktivitas Wisata Raja Ampat Lumpuh

Nasional
5 bulan lalu

Izin Tambang Tak Dicabut, PT Gag Nikel Bisa Kembali Beroperasi di Raja Ampat

Nasional
5 bulan lalu

Respons PBNU usai Dituding Terima Aliran Dana Tambang di Raja Ampat

Nasional
5 bulan lalu

Komnas HAM soal Pertambangan Nikel di Raja Ampat: Berpotensi Kuat Langgar HAM

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal