JAKARTA, iNews.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan soal data transaksi Rp3,3 triliun yang sebelumnya disampaikan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Komisi XI DPR dengan data transaksi Rp35 triliun yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
"Perbedaannya dimana Pak Menko bilang Rp35 triliun dan kami bilang Rp3,3 triliun? Rp3,3 triliun memang menyangkut Kemenkeu, Rp18,7 triliun adalah data korporasi, sisanya Rp13 triliun adalah data yang ada nama pegawai Kemenkeu yang merupakan surat-surat yang dikirim ke APH, 64 surat," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR dengan Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait transaksi janggal Rp349 triliun, Selasa (11/4/2023).
Sri Mulyani menambahkan, 64 surat tersebut tidak diserahkan ke Kemenkeu, dan Kemenkeu hanya menerima informasi dari PPATK mengenai nomor suratnya saja, maka dia menyebut pihaknya tidak bisa menjelaskan lebih lanjut.
"Makanya di Komisi XI kami fokusnya di pie chart abu-abu Rp22 triliun ini, karena suratnya ke kami dan kami bisa buka kembali data-data menyangkut surat tersebut. Itu yang membedakan, sama datanya tapi beda presentasi, pak Menko menyebutkan Rp35 triliun karena itu semua menyebut nama pegawai Kemenkeu," katanya.
Dalam detail transaksi Rp22 triliun yang berasal dari 135 surat dari PPATK, transaksi ini terkait korporasi dan pegawai, yang menyebutkan nama pegawai Kemenkeu.
Sri menyebut, pihaknya telah memilah dan ternyata dari Rp22 triliun, sebanyak Rp3,3 triliun menyangkut pegawai Kemenkeu. Namun, persepsi publik menganggapnya sebagai korupsi.
"Itu adalah informasi transaksi debit kredit dari para pegawai yang diidentifikasikan disini, termasuk masuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, dan jual beli harta untuk kurun waktu 15 tahun sejak 2009 hingga 2023 yang telah ditindaklanjuti," tuturnya.