إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ
بَقِيَّةُ لَيْلَتِهِ
Yang berarti, “Jika seseorang melakukan shalat bersama imam sampai imam tersebut selesai, maka akan dihitung baginya pahala shalat untuk sisa malamnya.” (HR. Ahmad 5: 163, sanad hadits ini dinyatakan shahih sesuai syarat Muslim oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)
Jika seseorang meninggalkan shalat tarawih dengan tujuan untuk menambah shalat tahajud dan witir di malam hari, maka orang tersebut tidak akan mendapatkan pahala shalat sepanjang malam. Namun, shalatnya tetap dianggap sah dari segi hukum.
2. Menambah raka’at shalat malam setelah tarawih adalah diperbolehkan, karena tidak ada pembatasan jumlah raka’at untuk shalat malam. Ibnu ‘Abdil Barr menyampaikan:
فَلاَ خِلاَفَ بَيْنَ المسْلِمِيْنَ أَنَّ صَلاَةَ اللَّيْلِ لَيْسَ فِيْهَا حَدٌّ مَحْدُوْدٌ وَأَنَّهَا نَافِلَةٌ وَفِعْلٌ خَيْرٌ وَعَمَلٌ بِرٌّ فَمَنْ شَاءَ اِسْتَقَلَّ وَمَنْ شَاءَ اِسْتَكْثَرَ
Artinya, “Di antara umat Islam, tidak ada perselisihan bahwa shalat malam tidak memiliki batasan tertentu dalam jumlah raka’at. Shalat malam adalah shalat sunnah dan merupakan perbuatan baik. Seseorang dapat melakukan shalat dengan jumlah raka’at yang sedikit atau banyak sesuai keinginan.” (At-Tamhid, Ibnu ‘Abdil Barr, 21: 69-70, Wizaroh Umum Al Awqof, 1387 dan Al-Istidzkar, Ibnu ‘Abdil Barr, 2: 98, Dar Al-Kutub Al ‘Ilmiyyah, 1421 H)