Hukum Mengucapkan Selamat Natal bagi Umat Islam
Fatwa haramnya Perayaan Natal Bersama bagi umat Islam yang ditetapkan Komisi Fatwa MUI pada 1 Jumadil Awal 1401/7 Maret 1981.
Fatwa ini dilatarbelakangi oleh suatu koinsidensi pada tahun 1968, ketika Hari Raya Idulfitri dan Hari Raya Natal jatuh berdekatan, yakni pada 1-2 Januari dan 21-22 Desember. Koinsidensi ini mengakibatkan beberapa instansi pemerintah menyelenggarakan dua perayaan itu secara serempak.
Karena penggabungan perayaan ini melahirkan semacam 'Parade Doa' dari berbagai perwakilan agama, bahkan terus dilakukan dalam upacara hari-hari besar nasional, kecaman muncul dari banyak pihak, termasuk Ikatan Sarjana Muhammadiyah yang mendahului lewat keputusan rapat 15 Desember 1968.
Fatwa ini juga menimbulkan polemik antara MUI dan pemerintah, yang meminta MUI untuk mencabut fatwa tersebut.
Namun, MUI yang saat itu dipimpin oleh ulama besar Muhammadiyah, Allahuyarham Prof. Dr. KH. Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), menolak untuk membatalkan fatwa tersebut, meskipun Hamka memilih untuk menarik peredaran fatwa tersebut. Hamka bahkan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum MUI demi menegakkan prinsip dan kemandirian ulama.