Masa Depan Demokrasi di Tengah Transisi Kekuasaan
Sebagai partai tertua dan terbesar kedua di parlemen, setelah PDI-Perjuangan, peran Golkar tetap krusial bagi pembangunan demokrasi. Kemunculan nama-nama beken, seperti Bahlil Lahadalia, yang diproyeksi bakal menakhodai partai berlogo pohon beringin memberi secercah harapan jika prahara yang sedang terjadi kini segera berlalu.
Melihat rekam jejak dan kapasitasnya, selaku politikus, pengusaha dan aktivis Cipayung maka figur sekaliber Bahlil sesuai dengan watak dan karakteristik teknokratis dari Golkar. Basis intelektual dan finansial, kehadiran akan figur alumni HMI di pucuk kekuasaan Golkar, diharapkan dapat memperkuat nilai-nilai demokrasi dan menjadikan Golkar lebih artikulatif dalam mewujudkan kepentingan publik.
Dinamika politik selalu aktual diperbincangkan di dalam praktik maupun diskursus publik. Keran demokratisasi dan desentralisasi yang terbuka luas berjalan pada ruang paradoks. Di satu sisi terdapat kesempatan yang sama untuk akses kekuasaan, sementara pada sisi lainnya, hanya segelintir orang menikmati keuntungan yang tak adil. Terlepas kesempatan politik itu ada, namun pondasinya rapuh!
Kesempatan politik dalam kerangka demokrasi liberal akan bermakna sejauh faktor sumber daya turut menyokong. Jika tidak, maka kesempatan politik itu jadi hambar! Kondisi inilah yang membuat politik kekerabatan atau dinasti politik tumbuh subur, pada akhirnya menciptakan dampak serius secara sosial, ekonomi, dan politik.
Fenomena dinasti politik yang kian mengkristal selama dasawarsa terakhir menjadi tantangan sekaligus ancaman serius bagi perkembangan demokrasi Indonesia. James Loxton (2024) dalam penelitiannya menyebut fenomena tersebut sebagai hereditary democracy, di mana keberadaannya memiliki implikasi terhadap melemahnya proses demokrasi.