Ibuku hanya memiliki satu mata. Ketika aku tumbuh dewasa, aku membencinya karena hal itu. Aku benci perhatian tak diundang yang aku dapatkan ketika Ibu berada di sekolah.
Aku benci bagaimana anak-anak lain menatapnya dan memalingkan muka dengan jijik. Tiap kali Ibu datang untuk mengunjungiku di sekolah, rasanya aku ingin dia menghilang. Aku merasakan gelombang kebencian terhadap wanita yang membuatku menjadi bahan tertawaan di sekolah ini.
Ibuku bekerja di dua macam pekerjaan untuk menafkahi keluarga. Ibu bekerja dengan tidak kenal lelah. Tetapi, aku justru malu dengan keadaannya itu dan tidak ingin terlihat pada saat apapun bersama dia.
Bahkan, pernah saat kemarahanku sedang memuncak, aku mengatakan kepadanya bahwa aku ingin dia mati saja. Aku benar-benar tidak peduli dengan perasaannya.
Setelah tumbuh dewasa, aku melakukan apapun dengan sekuat tenaga untuk menjauhkan diri dari ibuku itu. Oleh sebab itulah, aku belajar dengan keras hingga akhirnya mendapat pekerjaan di luar negeri.