Dia menjelaskan awalnya tim pemilihan mengusulkan Embraer. Tapi akhirnya tim mengusulkan pesawat Bombardier yang lebih murah.
Dalam perkara ini, Emirsyah Satar didakwa bersama Hadinoto Soedigno dan Capt Agus Wahyudo menerima uang dengan jumlah keseluruhan Rp5,859 miliar; 884.200 dolar AS; 1.020.975 euro; dan 1.189.208 dolar Singapura. Suap itu diterima dari Airbus SAS, Rolls-Royce Plc, dan Avions de Transport regional (ATR) melalui intermediary Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa yang dimiliki Soetikno Soedardjo serta Bombardier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hong Kong dan Summberville Pacific Inc.
Emirsyah menerima suap setelah mengintervensi pengadaan di Garuda Indonesia yaitu pengadaan pesawat Airbus A330 series, pesawat Airbus A320, pesawat ATR 72 seri 600, dan Canadian Regional Jet (CRJ) CRJ.1000NG serta pembelian serta perawatan mesin Rolls-Royce Trent 700.
Selain didakwa menerima suap, Emirsyah juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang yang totalnya mencapai sekitar Rp87,4 miliar. Soetikno didakwa menjadi pihak yang menyuap Emirsyah Satar dengan jumlah uang mencapai Rp46,3 miliar karena Emirsyah membantu Soektino merealisasikan sejumlah kegiatan. Yaitu total care program (TCP) mesin Rolls-Royce (RR) Tren 700; pengadaan pesawat Airbus A330-300/200; pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia; pengadaan pesawat Bombardier CRJ1000; dan pengadaan pesawat ATR 72-600.
Dalam dakwaan disebut Soetikno merupakan penasihat bisnis Airbus dan Rolls-Royce. Soetikno juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan berbagai modus. Yaitu menitipkan dana sejumlah 1,458 juta dolar AS (sekitar Rp20,3 miliar); melunasi utang kredit di UOB Indonesia senilai 841.919 dolar AS (sekitar Rp11,7 miliar) dan apartemen di Melbourne senilai 805.984,56 dolar Australia (sekitar Rp7,8 miliar) serta satu unit apartemen di Singapura senilai 2.931.763 dolar Singapura (sekitar Rp30,2 miliar).