Sementara itu, Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi mengatakan, pihaknya biasanya akan meneruskan laporan ke lembaga terkait ketika menemukan produk-produk vape yang melanggar ketentuan. Misalnya melapor ke Kemenkes jika ada produk vape atau liquid yang tidak mencantumkan peringatan kesehatan bergambar. Padahal ketentuan tersebut sudah diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2024. Tak hanya itu, liquid di pasaran yang berperisa juga melanggar aturan karena dinilai menjadi daya tarik utama, khususnya anak muda.
Pihaknya juga melapor ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komdigi) untuk mentake down iklan rokok yang ditayangkan di media digital. “Pelanggaran banyak terjadi pada sektor promosi dan iklan utamanya di media digital. Padahal ada banyak anak kecil yang terpapar lewat media tersebut,” kata Tulus, Kamis (13/11/2025).
Tulus memperingatkan perusahaan yang melanggar aturan ini dapat dikenakan sanksi berat, meliputi hukuman pidana, perdata, dan administratif. Salah satu hukuman terberatnya bisa mengakibatkan dicabutnya izin usaha. "Bagi perusahaan yang melanggar, bisa dicabut izin usaha, tergantung keberanian regulatornya," kata Tulus.
Berhenti, Bukan Beralih
JUMLAH perokok di Indonesia menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, khususnya di kelompok anak remaja dengan rentang usia 10-18 tahun. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), jumlah perokok usia 10-18 tahun mengalami peningkatan cukup signifikan. Data Riskesdas 2013 menunjukkan, jumlah perokok ada di angka 2 juta orang. Angka ini meningkat pesat pada tahun 2018 menjadi 4,1 juta orang, dan naik lagi pada tahun 2023 menjadi 5,9 juta. Prevalensi perokok usia dewasa (usia lebih dari 15 tahun) juga menunjukkan peningkatan meskipun awalnya di tahun 2013 dan 2018 memperlihatkan angka yang sama, yakni 57,2 juta orang. Jumlah ini meningkat di tahun 2023 yang menapai 63,1 juta orang.
Sedangkan berdasarkan Laporan Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia Report 2021 menunjukkan bahwa 34,5 persen orang dewasa, atau 70,2 juta orang menggunakan rokok tembakau. Persentase penggunaan tembakau pada laki-laki adalah 65,5 persen dan pada perempuan 3,3 persen. “Sementara, penggunaan rokok elektrik meningkat 10 kali lipat dalam kurun waktu 10 tahun, dari 0,3 persen pada 2011 menjadi 3 persen pada 2021,” kata Benget Saragih.
Benget mengatakan, meskipun jumlah perokok meningkat, namun prevalensinya menunjukkan penurunan. Menurut Survei Kesehatan Nasional (Riskesdas 2018 dan SKI 2023), prevalensi merokok di kalangan anak-anak usia 10-18 tahun mengalami penurunan dari 9,1 persen menjadi 7,4 persen. Namun perlu diingat bahwa angka tersebut belum memenuhi target global penurunan konsumsi rokok sebesar 30%.
Ditambah lagi dengan maraknya penggunaan rokok elektronik, sehingga meningkatkan angka penggunanya menjadi dua kali lipat pada tahun 2023. “Ambil contoh untuk Provinsi Jawa Tengah. Prevalensi perokok elektronik pada penduduk umur 10-18 tahun melebihi prevalensi nasional,” kata Benget.