JAKARTA, iNews.id - Langit jingga di luar kamar indekos Nina (bukan nama sebenarnya) mulai menjadi gelap ketika ia merebahkan tubuh di tepi ranjang. Perempuan 23 tahun itu mencoba untuk memejamkan mata sebentar setelah sejak siang hingga magrib memelototi tugas akhir di laptop.
Namun, dering ponsel di atas meja, membuat Nina bangkit. Ia meraih ponsel dan melihat sekilas layar ponselnya, tertera nama teman lamanya, sesama anggota komunitas pengguna vape (rokok elektronik). Ia menerima panggilan. Di ujung telepon, suara temannya terdengar lirih dan cukup terburu-buru.
“Dadaku sering sering sesak akhir-akhir ini. Sepertinya karena merokok. Bagaimana caranya berhenti merokok?” ujar temannya di ujung telepon.
Nina menahan napas dan membiarkan keheningan malam terlewat sesaat sebelum mampu menjawab. Pertanyaan itu mengingatkannya pada peristiwa beberapa tahun lalu, ketika ia bolak balik menjadi pasien spesialis THT karena sinusitis kronis. Vape menjadi salah satu pemicunya.
Sepanjang tahun 2021 hingga akhir 2022, mahasiswi sebuah perguruan tinggi negeri (PTN) di Kota Medan tersebut merupakan perokok vape aktif. Hampir setiap hari, pod vape menjadi teman setianya untuk sekadar menenangkan diri atau melepas penat sebentar dari tugas-tugas kuliah. Lebih dari alasan tersebut, Nina percaya, bahwa vape merupakan produk yang lebih aman digunakan dibanding rokok biasa (konvensional).
“Tak seperti rokok biasa yang kadang-kadang mengeluarkan asam hitam dan ada bau penyengatnya, vape justru hanya mengeluarkan uap yang kesannya manis,” kata Nina, pertengahan Agustus lalu.
Sebenarnya, Nina sudah merokok sejak duduk di kelas 1 SMA. Ia bercerita, pergaulan menjadi satu penyebabnya. Ia mengenal rokok dari teman-temannya. “Akhirnya saya ikut-ikutan merokok. Setiap nongkrong, kami pasti merokok. Kalau stres di sekolah, kami merokok. Kalau bolos sekolah pun, kami merokok,” katanya.