Meskipun dinasti politik sering diasosiasikan dengan monarki, namun secara praktik telah jadi fenomena umum. Secara kuantitas dinasti politik berjumlah signifikan. Pada 2024, menurut Loxton (2024), kepala pemerintah yang memiliki ikatan kekerabatan dengan kepala pemerintah sebelumnya banyak ditemukan pada negara demokrasi ketimbang autokrasi!
Potret menjamurnya dinasti juga ditemukan dalam arena elektoral Indonesia. Dalam studi Negara Institut tentang dinasti politik, pada Oktober 2020, mengungkap fakta yang mengkhawatirkan. Pasalnya, politik dinasti merata di hampir seluruh Provinsi di Indonesia pada Pilkada 2020.
Dari total 739 Pasangan Calon, dinasti politik yang ikut dalam pagelaran elektoral berjumlah 129 orang, sementara ada 6 orang bakal calon tidak lolos sebagai calon dengan berbagai faktor.
Ironinya, fenomena dinasti politik yang sebelumnya banyak terjadi di ranah lokal telah ditransplantasi ke dalam politik nasional. Berbagai manuver politik yang tidak etis berujung pada perubahan peraturan syarat pencalonan yang penuh kontroversi oleh Mahkama Konstitusi (MK).
Hal ini secara terang mengungkap kecenderungan gejala yang dikenal sebagai legalisme otokratis. Javier Corrales (2015) mengidentifikasi legalisme otokratis sebagai “penggunaan, penyalahgunaan dan tidak digunakannya hukum” untuk kepentingan konsolidasi politik.